MODEL PENGEMBANGAN SISTEM
INSTRUKSIONAL
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi Tugas Terstruktur
Dosen
Pengampu : Drs. H. Endang Sudjana, M.Pd
Disusun
Oleh Kelompok:
Jalil
FAKULTAS
TARBIYAH
JURUSAN/SEMESTER :TADRIS.IPS-C/V
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional)
merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak
dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem
tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama meningkatkan
produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan
instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan
yang berbeda-beda pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan
instruksional, desain instruksional, pengembangan sistem instruksional,
pengembangan program instruksional, pengembangan produk instruksional,
pengembangan organisasi, dan pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah
populer yang lazim digunakan adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran),
yang merupakan padanan dari istilah “instructional development”. Istilah
yang disebutkan terakhir ini adalah merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh
organisasi profesi AECT (Association for Educational Communication and
Technology) di Amerika Serikat.
Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat
dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan
untuk satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang
studi, atau bahkan satu sistem yang lebih besar lagi.
Atas dasar itulah Gustafson (dalam Sadiman, 1986:13)
membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem instruksional,
yakni: (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan produk, dan (d)
tingkatan organisasi. Setiap tingkatan tersebut memiliki fungsi dan model-model
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Di Indonesia, pengembangan sistem pembelajaran merupakan
hal yang relatif baru. Pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh Badan
Pengembangan Pendidikan (sekarang: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
dan Kebudayaan) dengan nama populernya PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional). Bahkan perguruan tinggi kita baru mengenal dan menggunakan
model pengembangan sistem instruksional ini pada tahun 1976. Sejak saat itu
pengembangan dan penggunaan model-model pengembangan sistem intruksional sangat berkembang
pesat sampai saat ini.
B. Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1.
Bagaimanakah konsepsi dasar pengembangan sistem Instruksional?
2.
Apakah
prinsip dasar pengembangan Sistem Instruksional?
3.
Bagaimanakah tingkatan
pengembangan sistem Instruksional?
4.
Bagaimanakah model-model
pengembangan sistem instruksional?
C. Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui
bagaimana konsepsi dasar pengembangan sistem instruksional.
2. Untuk mengetahui
prinsip dasar pengembangan sistem instruksional.
3. Untuk mengetahui
tingkatan pengembangan sistem instruksional.
4. Untuk mengetahui
model-model pengembangan sistem instruksional. .
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
PEMBAHASAN
MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
A. KONSEPSI DASAR
PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Model
ialah sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
melakukan sebuah kegiatan. Pengembangan sistem intruksional ialah proses
menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan siswa berinteraksi
sehingga terjadi perubahan perilaku pengembangan sistem ini memerlukan
pemantauan interaksi siswa. Pengembangan senantiasa didasarkan pada pengalaman.
Pengamatan yang sesama dan percobaan yang terkendali. Sedangkan menurut
Twelker, Pengembangan instruksional ialah cara yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangakan dan mengevaluasi seperangkat materi dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua
proses pengembangan, pertama ialah pendekatan secara empiris yang menggunakan
dasar-dasar teori, bahan pengajaran disusun berdasarkan pengalaman pengembang.
Pendekatan kedua ialah dengan pendekatan model. Dalam penyusunan rancangan
pengajaran ada langkah-langkah secara sistem : cara mencapainya dipilihkan
cara-cara tertentu, kondisi tertentu, dan perubahan tertentu.[1]
Ada banyak sekali konsepsi dasar tentang pengembangan sistem
intruksional yang dapat kita
jumpai dalam berbagai kepustakaan, yang rumusannya saling berbeda. Untuk
memperoleh pengertian yang komprehensif, berikut ini diberikan beberapa
konsepsi dasar yakni:
1. AECT (1979: 20)
mendefenisikan sebagai berikut:
Pengembangan pembelajaran adalah suatu pendekatan yang
sistematis dalam desain, produksi, evaluasi, dan pemanfaatan sistem
pembelajaran yang lengkap termasuk komponen-komponennya dan contoh manajemen
penggunaannya.
2. AETT (dalam
Miarso, 1988: 8) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan instruksional adalah pengembangan
sumber-sumber belajar secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku.
3. Ely (1978: 4)
mendefenisikan bahwa:
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses
secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar
mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan.
Dari beberapa konsepsi dasar tentang pengembangan sistem instruksional, maka dapat ditarik kesimpulan. Pengembangan
sistem pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam
menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan
komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media,
metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
B. PRINSIP DASAR
PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Sebagai bagian dari teknologi pendidikan, pengembangan
sistem instruksional tentunya
mempunyai prinsip dasar yang sama dengan teknologi pendidikan, yakni: berfokus
pada siswa, menggunakan pendekatan sistem, dan berupaya memaksimalkan
penggunaan berbagai sumber belajar.
1. Berfokus pada
siswa
Prinsip ini memandang bahwa, dalam rangka penerapan
pengembangan sistem instruksional, siswa adalah sentral kegiatan pembelajaran.
Prinsip ini juga memandang bahwa dalam setiap proses pembelajaran, siswa
hendaknya bertindak sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Tetapi hal ini
bukan berarti bahwa guru adalah pihak yang pasif. Keduanya harus bertindak
aktif.
2. Pendekatan
sistem
Prinsip ini memandang bahwa masalah belajar adalah suatu
sistem. Maksudnya, penanganan terhadap satu komponen pembelajaran dalam rangka
pelaksanaan pengembangan sistem instruksional harus pula mempertimbangkan
integrasi komponen yang lain sehingga diperoleh efek yang sinergistik untuk
memecahkan masalah-masalah belajar.
3.
Pemanfaatan sumber belajar secara
maksimal
Prinsip ini memandang bahwa semua komponen sumber belajar
baik pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar harus dimanfaatkan
secara luas dan maksimal dalam rangka memecahkan masalah-masalah belajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
C. TINGKATAN
PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Beberapa tingkatan pengembangan sistem instruksianal dapat kita
lihat sebagai berikut:
1.
Tingkatan Sistem
Pengembangan sistem instruksianal tingkatan sistem ini dimaksudkan untuk
menghasilkan sistem pembelajaran yang besar. Kegiatan biasanya berangkat dari nol,
yakni tidak adanya sistem tersebut sampai dengan dihasilkannya suatu sistem.
Kegiatan ini didahului dengan kegiatan awal yang mendalam dan menyeluruh, yang
meliputi: analisis kebutuhan, analisis topik, serta analisi tugas. Kegiatan ini
tidak hanya berbicara masalah pembelajaran saja tetapi juga masalah pendidikan
secara keseluruhan. Masalah yang mendorong dilakukannya kegiatan ini bukan
hanya sekedar masalah pembelajaran, melainkan keseluruhan sistem pendidikan dan
latihan yang dihadapi oleh lembaga yang bersangkutan. Sedangkan sistem
pendidikan/latihan yang menyeluruh itu meliputi masukan mentah (siswa/peserta),
jumlah dan kualifikasinya; masukan instrumental (kurikulum/program, fasilitas,
dana, dan lainnya); proses/pelaksanaan kegiatan pendidikan/latihan itu sendiri;
serta hasil itu yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Oleh karena itu
kegiatan ini melibatkan banyak orang terdiri dari ahli teknologi pembelajaran,
ahli bidang studi, guru, dan sebagainya.
2.
Tingkatan Kelas
Pengembangan sistem instruksianal tingkat kelas ini pada hakikatnya
adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pengembangan sistem instruksianal tingkatan
sistem untuk dilaksanakan dalam tingkatan kelas. Dengan kata lain, pengembangan
sistem instruksianal tingkatan
kelas ini adalah identik dengan penyusunan persiapan mengajar oleh guru untuk
satu atau lebih topik tertentu. Kegiatan awalnya sangat sederhana, biasanya
berupa penilaian tingkat kemampuan awal siswa. Pada pengembangan sistem instruksianal tingkatan kelas ini diasumsikan bahwa
kurikulum/program pembelajaran, fasilitas, siswa/peserta latihan, pengajar, dan
sebagainya.
3.
Tingkatan Produk
Tujuan pengembangan sistem instruksianal tingkatan produk ini adalah untuk
memproduksi satu atau lebih produk pembelajaran tertentu. Oleh karena itu,
kegiatan ini didahului dengan mengkaji masalah-masalah pembelajaran yang ada
untuk mengetahui masukan yang diperlukan. Hasil kegiatan ini berupa paket
pembelajaran seperti modul, media audiovisual, dan lain-lain bahan belajar yang
bentuknya disesuaikan dengan karakteristiknya.
4.
Tingkatan Organisasi
Pengembangan sistem instruksianal tingkat organisasi ini dimaksudkan
tidak hanya untuk meningkatkan pembelajaran, tetapi juga memodifikasi atau
mengubah organisasi dan personil suatu lembaga atau organisasi ke situasi yang
baru agar efektivitas dan efisiensi organisasi tersebut meningkat.
Kegiatan ini diawali dengan bertolak dari analisis
pekerjaan, atau analisis isi ajaran. Analisis ini akan menghasilkan tiga kemungkinan,
yakni:
a. Perlunya diklat
khusus diluar pekerjaan karena ada sejumlah kemampuan yang belum dikuasai.
b. Perlunya latihan
dalam jabatan karena ada sejumlah kemampuan khusus yang harus dikuasai.
c. Perlunya ada
pengawasan dan pembinaan yang ketat dalam pelaksanaan pekerjaan karena dituntut
adanya ketepatan perbuatan dalam suatu tugas.
D.
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Pengembangan instruksional adalah cara yang
sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat
materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah
suatu sistem instruksional, yaitu materi dan strategi belajar-mengajar yang
dikembangkan secara empiris yang secara konsisten telah dapt mencapai tujuan
instruksional tertentu.
Pengembangan instruksional ini terdiri dari
seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaan, pengembangan, dan evaluasi
terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan tersebut sehingga
setelah mengalami beberapa kali revisi, sistem instruksional tersebut dapat
memuaskan hati pengembangnya.
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan
dalam mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau setidak-tidaknya
dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki
pendidikan.
Ada beberapa model pengembangan instruksional,
misalnya model pengembangan instruksional Briggs, model Banathy, model PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), model Kemp, model Gerlach dan
Ely, dan model IDI (Instructional Development Institute).
Model-model tersebut mempunyai banyak perbedaan dan
persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah yang dipakai,
urutan, dan kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa setiap model
mengandung kegiatan yang dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kegiatan
pokok, yaitu:
a) Kegiatan
yang membantu menentukan masalah pendidikan dan mengorganisasi alat untuk
memecahkan masalah tersebut,
b) Kegiatan
yang membantu menganalisis dan mengembangkan pemecahan masalah, dan
c) Kegiatan
yang melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut.
Model-model
pengembangan instruksional sebagai berikut:
1.
Model
Pengembangan Instruksional Briggs
Model yang dikembangkan oleh Briggs
berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran dosen atau guru yang akan
bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan
instruksional yang susunan anggotanya meliputi dosen, administrator, ahli
bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang instruksional. Briggs
berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan
untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan. Karena itu ia
berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program-program
latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada lingkungan program-program akademis
saja. Disamping itu, model tersebut dirancang sebagai metodologi pemecahan
masalah instruksional.
Ada tujuh langkah model pengembangan
Briggs, sebagai berikut:
1)
Identifikasi kebutuhan/penentuan tujuan
Langkah ini
merupakan proses penentuan tujuan, kebutuhan, dan prioritas kegiatan
instruksional. Disini Briggs menggunakan pendekatan bertahap 4, yaitu:
a. Mengidentifikasi
tujuan kurikulum secara umum dan luas,
b. Menentukan
prioritas tujuan,
c. Mengidentifikasikan
kebutuhan kurikulum yang baru, dan
d. Menentukan
prioritas remedialnya. Dengan adanya data analisis kebutuhan ini, penggunaan
maupun cara pengalokasian waktu, sumber, dan tenaga akan dapat diatur
sebaik-baiknya.
2)
Penyusunan garis besar kurikulum/rincian
tujuan
Kebutuhan instruksional yang telah
dituangkan ke dalam tujuan-tujuan kurikulum tersebut harus dirinci, disusun,
dan di organisasi menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang mendukung
tercapainya tujuan akhir kurikuler serta keseluruhan.
3)
Perumusan tujuan
Setelah tujuan kurikuler yang bersifat umum
ditentukan dan diorganisasikan menurut tujuan-tujuan yang lebih khusus, tujuan
ini sebaik-baiknya dirumuskan dalam tingkah laku belajar yang terukur.
Diusulkan agar perumusan tujuan mengandung lima komponen:
a. Tindakan
b. Objek
c. Situasi
d. Alat
dan Batasan
e. Kemampuan.
4)
Analisis tugas/tujuan
Langkah berikutnya menurut rancangan sistem
instruksional ialah menentukan bagaimana cara mengajarkannya agar tujuan yang
telah dirumuskan tersebut dapat dicapai. Untuk ini perlu diadakan analisis
tentang tiga hal yang berikut:
a) Proses
informasi: untuk menentukan tata urutan pemikiran yang logis.
b) Klasifikasi
belajar, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan belajar informasi, kognitif,
sikap, dan gerak: untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang diperlukan, dan
c) Tugas
belajar: untuk menentukan prasarat belajar dan kegiatan-kegiatan belajar mengajar
yang sesuai.
5)
Penyiapan evaluasi hasil belajar
Penyiapan instrumen evaluasi hasil
belajar atau penyusunan tes dilakukan pada tahap ini karena erat kaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai. Tes/evaluasi harus valid, karena itu harus
selaras dengan tujuannya.
6)
Menentukan jenjang belajar
Briggs mengklasifikasikan tahap ini dan
tahap berikutnya (penentuan kegiatan belajar) dalam pengertian strategi
instruksional. Jenjang belajar menyusun kembali sekuens belajar tersebut dalam
urutan kegiatan belajar yang merupakan prasarat bagi kegiatan belajar yang
lain.
7)
Penentuan kegiatan belajar
Strategi instruksional yang juga harus
dikembangkan adalah menentukan bagaimana kegiatan belajar mengajar akan diatur
agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. Penentuan strategi
instruksional oleh Briggs disoroti dari dua segi pandangan, yaitu menurut
pandangan dosen sebagai perancang kegiatan instruksional, dan menurut tim
pengembang instruksional, dan dikembangkan dalam strategi instruksional.
2.
Model
Bela H. Banathy
Pengembangan sistem instruksional
menurut Banathy dapat dibedakan dalam enam langkah, sebagai berikut:
Langkah
1: merumuskan tujuan (formulate objectives)
Langkah pertama ini merupakan suatu
pernyataan yang menyatakan apa yang kita harapkan dati mahasiswa untuk
dikerjakan, diketahui, dan dirasakan sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.
Langkah
2: mengembangkan tes (develop test)
Dalam langkah ini dikembangkan suatu tes
yang didasarkan atas tujuan yang diinginkan, dan digunakan untuk mengetahui
kemampuan yang diharapkan dicapai sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.
Langkah
3: menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Dalam langkah ini dirumuskan apa yang
harus dipelajari sehingga dapat menunjukkan tingkah laku seperti yang
digambarkan dalam tujuan yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini, kemampuan
awal mahasiswa harus dianalisis atau dinilai karena mereka tidak perlu
mempelajari apa yang telah mereka ketahui atau kuasai.
Langkah
4: mendesain sistem instruksional (design system)
Setelah itu perlu dipertimbangkan
alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang harus dikerjakan untuk menjamin
bahwa mahasiswa akan menguasai kegiatan-kegiatan yang telah dianalisis pada
langkah ketiga.
Langkah
5: melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement and test output)
Dalam langkah ini, sistem yang sudah
didesain dapat diujicobakan atau dites dan dilaksanakan. Apa yang dapat
dilaksanakan atau dikerjakan mahasiswa sebagai hasil implementasi sistem, harus
dinilai agar dapat diketahui seberapa jauh mereka telah menunjukkan tingkah
laku seperti yang dimaksudkan dalam rumusan tujuan.
Langkah
6: mengadakan perbaikan (chage to improve)
Hasil-hasil yang diperoleh dari evaluasi
kemudian merupakan umpan balik (feed back) untuk keseluruhan sistem sehingga
perubahan-perubahan dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem instruksional.
3.
Model
PPSI
PPSI singkatan dari Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional, digunakan sebagai metode penyampaian dalam rangka kurikulum 1975
untuk SD, SMP, dan SMA, dan kurikulum 1976 untuk sekolah-sekolah kejuruan. PPSI
menggunakan pendekatan sistem yang mengutamakan adanya tujuan yang jelas
sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan pendekatan yang berorientasi
pada tujuan. Istilah sistem instruksional dalam PPSI menunjuk kepada pengertian
sebagai suatu sistem, yaitu sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi, yang
terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya
dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sistem, pengajaran
mengandung sejumlah komponen, antara lain materi, metode, alat, evaluasi, yang
kesemuanya berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pengajaran
yang telah dirumuskan. PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan dan
pelaksanaan pengajaran sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara
efisien dan efektif.
Ada lima langkah pokok dalam PPSI, yaitu:
a.
Merumuskan tujuan istruksional
b.
Menyusun alat evaluasi
c.
Menentukan kegiatan belajar dan materi
pelajaran
d.
Merancang program kegiatan, dan
e.
Melaksanakan program
4.
Model
Kemp
Model pengembangan instruksional menurut
Kemp atau yang disebut desain instruksional terdiri dari delapan langkah,
yaitu:
a.
Menentukan tujuan instruksional umum,
yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan,
b.
Membuat analisis tentang karakteristik
siswa. Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui, apakah latar
belakang pendidikan dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti
program, dan langkah-langkah apa yang perlu diambil,
c.
Menentukan tujuan instruksional secara
spesifik, operasional, dan terukur. Dengan demikian siswa akan tahu apa yang
harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa dia telah
berhasil. Dari segi pengajar rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes
kemampuan dan pemilihan materi yang sesuai,
d.
Menentukan materi/bahan pelajaran yang
sesuai,
e.
Menetapkan penjajagan awal. Ini
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi prasyarat belajar
yang dituntut untuk mengikuti program yang bersangkutan,
f.
Menentukan strategi belajar mengajar
yang sesuai. Kriteria umum untuk pemilihan strategi belajar mengajar yang
sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut adalah efisiensi,
keefektifan, ekonomis, dan kepraktisan,
g.
Mengkoordinasikan sarana penunjang yang
diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga,
h.
Mengadakan evaluasi.
5.
Model
Pengembangan Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely
dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan sistem
instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh langkah:
a.
Merumuskan tujuan
b.
Menentukan isi materi
c.
Menurut kemampuan awal
d.
Menentukan teknik dan strategi
e.
Pengelompokan belajar
f.
Menentukan pembagian waktu
g.
Menentukan ruang
h.
Memilih media instruksional yang sesuai
i.
Mengevaluasi hasil belajar
j.
Menganalisis umpan balik
6.
Model
IDI (Instructional Development Institute)
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute)
merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang
dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology
(UCIDT).
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di
Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika.
Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model
ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
a.
Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need
assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu
perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang
diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan
prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
b. Tahap Pengembangan
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu
diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam
hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan
instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah
penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam
pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
1) Membantu
siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai
hasil kegiatan instruksional;
2) TIK merupakan building blocks dari
pengajaran yang diberikan
3) TIK
merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai
dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Penentuan
metode;
1) Untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam hal ini metode apa yang cocok
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkn tersebut.
2) Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang
akan disajikan?
3) Bentuk
instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dalam
situasi dan kondisinya? Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum,
karyawisata, tugas individual dan lain-lainnya?
c. Tahap penilaian
Tes uji coba;
Setelah
prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus
diadakan uji-coba. Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk
menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program
yang dikembangkan.
Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis
terutama yang berkenaan dengan;
1. Apakah
tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak
kesalahannya?
2. Apakah
metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan
tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
3. Apakah tidak
ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
4. Apakah sudah
dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
AETT (dalam Miarso, 1988: 8)
mendefenisikan bahwa: Pengembangan instruksional adalah pengembangan
sumber-sumber belajar secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku. Pengembangan
sistem pembelajaran adalah merupakan usaha yang sistematis dari teknologi
pembelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Sadiman (1986: 12) menyatakan bahwa pengembangan pembelajaran adalah suatu
usaha yang sistematis untuk menganalisis masalah, mengidentifikasi, memilih,
merancang, dan menilai pemecahannya. Usaha tersebut dimaksudkan untuk
menghasilkan suatu desain sistem pembelajaran yang komplit, terarah, dan
terkontrol untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, pengembangan
sistem pembelajaran adalah bagian dari teknologi pembelajaran.
Pengembangan intruksional mengandung tiga pokok :
1. Kegiatan penentuan masalah dan
perorganisasian masalah un tuk memecahkan masalah, meliputi kegiatan: anlisa
kebutuhan mahasiswa, identifikasi karakteristik mahasiswa.
2. Kegiatan analisis dan pengembangan
pemecahan masalah, meliputi kegiatan : perumusan tujuan intruksional, analisi
tugas dan jenjang belajar, strategi intruksional, pemilian media, dan
pengembangan prototip.
3. Kegiatan evaluasi pemecahan masalah,
meliputi kegiatan : uji coba, review, dan
revisi, implementasi, serta evalusi.
Model
pengembangan intruksiaonal adalah sebagi berikut:
a. Model pengembangan intruksional
Briggs
b. Model Banathy
c. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Intruksional)
d. Model Gerlach dan Ely
e. Model Kemp
f. Model IDI (Intruksional Development
Intruksional)
DAFTAR PUSTAKA
Harjanto. (2006). Perencanaan pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Miarso. (1988). Survey model pengembangan
instruksional. Jakarta: PAU-UT.
Sadiman. (1986). Media pendidikan. Jakarta:
Pustekkom Dikbud.
Mudhoffir. 1986. ”Teknologi Instruksional”, Bandung : CV. Remadja Karya.
http://pinterdw.blogspot.com/2012/01/definisi-model-pengembangan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar